Hubungan antara dokter dan pasien dalam upaya pengobatan bukanlah hubungan satu arah. Pasien sering terjebak dengan stigma dokter manusia super yang bisa tahu hal ghaib (tidak tampak). Sehingga ketika seorang dokter bertanya apa keluhannya kepada pasien, sering kali pasien pelit bicara dan hanya menjawab ketika ditanya. Padahal keterangan pasien tentang keluhan yang diderita sejak pertama kali muncul hingga dia duduk di depan dokter saat itu merupakan petunjuk bagi dokter dalam penegakan diagnosis.
Perlu diketahui salah satu kewajiban pasien sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang Republik Indonesia tahun 2004 tentang praktek kedokteran adalah “memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya kepada dokter yang merawat”. Kewajiban ini tidak tepat jika dipandang sebagai beban. Justru kewajiban ini sesuai dan sejalan dengan proses pengobatan itu sendiri. Diawali dari kejujuran pasien tentang keluhan yang dialami kemudian dilanjutkan oleh dokter dengan memeriksa tubuh pasien. Namun yang menjadi masalah adalah pasien tidak memberi data yang lengkap kepada dokter tentang riwayat keluhan yang diderita.
Ceritakan segalanya kepada dokter. Ketika dokter Anda bertanya keluhan Anda, mulailah ceritakan apa saja yang Anda rasakan sejak pertama kali keluhan itu muncul. Apa saja keluhannya,kapan munculnya, apa yang mengawalinya, sudah berapa lama, seluruh keluhan yang benar-benar Anda rasakan dan jangan sekali-kali memberikan informasi yang palsu alias tidak benar.
Informasi tersebut akan lebih bermakna ketika Anda menyadari keluhan-keluhan yang Anda rasakan. Karena banyak pasien yang menganggap keluhan misal demam yang naik turun atau apa warna kencing, bukan merupakan hal yang penting untuk diceritakan. Padahal tidak demikian. Oleh karena itu, dengan kata lain, pasien secara tidak langsung juga dituntut untuk mengetahui pola keluhan yang ada, kapan hal tersebut dikatakan keluhan dan kapan tidak. Sehingga pasien dapat “take note” ketika keluhan itu muncul untuk kemudian diceritakan kepada dokter.
Kalau sudah seperti itu akan tercipta upaya pengobatan dua arah, bukan hanya dokter ke pasien namun juga sebaliknya. Dokter tidak lagi dianggap orang sakti yang bisa menerawang penyakit pasien tanpa penjelasan dan pemeriksaan. Semoga ulasan diatas bermanfaat.
Penulis : Abdiyat Sakrie, S.Ked (Dokter Muda FK UGM)
Silahkan like page Majalah Kesehehatan Muslim dan follow twitter. Add PIN BB Kesehatan Muslim: 32356208
Ingin pahala melimpah? Mari berbagi untuk donasi kegiatan Kesehatan Muslim. Info : klik di sini.