Oleh: Ustadz Dr. Arifin Badri, M.A.
Maha Suci Allah Yang telah menciptakan dunia beserta isinya berpasang-pasangan. Ada atas, ada pula bawah, ada kaya ada pula miskin, ada hidup ada pula mati, ada pria ada pula wanita, dan demikian seterusnya.
وَمِن كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasang supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.” (Az Dzariyat 49).
Ketentuan ini berlaku pada seluruh makhluk-Nya, tanpa terkecuali berbagai penyakit yang menimpa manusia. Tidaklah Allah Ta’ala menciptakan suatu penyakit, melainkan telah menurunkan pula obatnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda :
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Setiap penyakit ada obatnya, dan bila obat suatu penyakit telah ditemukan dengan tepat, niscaya penyakit itu sembuh atas izin Allah Azza wa Jalla.” (H.R Muslim ).
Penyebab Penyakit.
Anda pasti menyadari bahwa secara umum ada hal yang menyebabkan badan anda menderita sakit:
1) Fisik anda kurang mendapatkan nutrisi yang baik dan berimbang.
2) Atau fisik anda terkena benda asing, semisal jamur, bakteri, virus, bisa hewan, benda tajam, atau lainnya.
Saya yakin anda menyadari fakta tentang biang penyakit yang mengancam fisik anda ini. Karena itu anda begitu perhatian dengan urusan makanan sehat dan berusaha menjauhkan diri anda dari benda-benda yang membahayakan.
Walau demikian batapa sering anda melalaikan sisi lain dari diri anda, yaitu jiwa anda. Sebagaimana raga anda membutuhkan perhatian, jiwa anda, juga membutuhkan perhatian dan perawatan. Bila raga anda bisa saja sakit, maka jiwa anda juga bisa bernasib sama.?
Jiwa anda butuh kepada nutrisi yang tepat dan perlindungan dari segala hal yang membahayakannya. Tentunya anda juga memahami bahwa nutrisi jiwa anda bukanlah makanan atau minuman, namun keyakinan alias iman dan ketenangan batin.
Jiwa anda membutuhkan kepada nutrisi cinta, harap, takut, dan pengagungan yang baik dan berimbang. Bila anda mengabaikan jiwa anda, sehingga gersang, niscaya jiwa anda menderita dan akhirnya jatuh sakit.
فَمَن يُرِدِ اللّهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإِسْلاَمِ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاء كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ
“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk(memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki kelangit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (Al An’am: 105)
‘Atha’ Al Khurasaani menjelaskan keadaan orang yang disempitkan dadanya dengan berkata: “Segala kebaikan tidak dapat masuk ke dalam hatinya.” (Tafsir At Thabari 12/105)
Tidak heran, bila orang-orang yang jiwanya gersang begitu mudah patah arang, stres, gila dan putus asa, bahkan merasa dirinya adalah orang paling sengsara di dunia ini. Bila derita jiwa ini terus berkepanjangan, niscaya fisiknyapun turut menderita dan akhirnya jatuh sakit. Jiwa yang hampa nan gersang tentu berdampak langsung pada perilaku yang menyimpang, semisal hasad, iri, dengki, permusuhan dan hasrat untuk membuat kerusakan. Bila kondisi ini telah terjadi, tentu saja korbannya bukan hanya menimpa dirinya sendiri, namun bisa saja meluas kepada orang di sekitarnya.
Kesehatan Adalah Karunia
Sebagai orang yang beriman, anda pasti menyadari bahwa apapun yang ada pada diri anda adalah karunia Allah. Dengan demikian, kapan saja Allah berhak dan kuasa merubah atau mencabut karunia-Nya dari anda. Karena itu, tidak ada alasan bagi siapapun untuk bertanya: mengapa Allah mencabut nyawa fulan? Mengapa Allah mencabut harta fulan? Dan mengapa Allah mencabut nikmat kesehatan dari fulan? Allah berfirman:
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai” (Al Anbiya’: 23)
Dicabutnya nikmat dari kita adalah bukti nyata bahwa kita tidak berdaya sedangkan Allah Azza wa Jalla Maha Kuasa atas segala sesuatu. Karena itu, diantara etika orang yang beriman ialah senantiasa memuji Allah atas segala nikmat dan kejadian, terlebih yang menyenangkan atau menakjubkan.
Sikap ini mencerminkan akan kesadaran anda bahwa Allah-lah pemilik kenikmatan tersebut dan hanya Allah yang kuasa memberikannya. Dan sudah barang tentu bila anda lalai memuji Allah dan karena hanyut dalam kekaguman, bisa jadi Allah mengingatkan anda dengan teguran keras, yaitu dengan cara mencabut nikmat tersebut. Yang demikian itu karena Allah tidak rela bila ada dari hamba-Nya yang hanyut dalam kekaguman sehingga melimpahkan pujiannya kepada sesama makhluk. Sebagai seorang yang beriman idealnya anda mengetahui bahwa pujian yang terlahir karena kekaguman hanyalah pantas diberikan kepada Allah semata, sebagaimana ditegaskan pada surat Al Fatihah:
الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Segala puji hanyalah milik Allah, Tuhan semesta alam” (Al Fatihah:2)
Demikianlah penjelasan Syaikh Ali Al Qary dalam kitabnya Mirqatul Mafatiih tentang korelasi antara kekaguman, sanjungan dan efek buruk yang diakibatkannya, berupa penyakit atau lainnya. (Mirqatul Mafatih oleh Ali Al Qary 14/14.)
Dengan merenungkan penjelasan Syaikh Ali Al Qary di atas, maka jelaslah korelasi antara pandangan takjub (kagum) yang tidak diiringin dengan pujian kepada Allah, dengan berbagai efek buruk yang ditimbulkannya, sebagaimana disebutkan pada hadits berikut
إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ نَفْسِهِ ، أَوْ مَالِهِ ، أَوْ أَخِيهِ ، مَا يُعْجِبُهُ ، فَلْيَدْعُ بِالْبَرَكَةِ ، فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ.
“Bila engkau melihat sesuatu yang menakjubkanmu, baik pada dirimu, hartamu, atau saudaramu, maka mohonkanlah keberkahan untuknya, karena sejatinya pengaruh pandangan kagum itu benar adanya” (H.R Ahmad, Ibnu Abi Syaibah dan lainnya).
Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: “Pengaruh ‘ain dapat terjadi ketika seseorang merasa ta’ajub/kagum walaupun tanpa disertai rasa hasad, walaupun dari orang yang menyayangi korbannya, walaupun dari orang sholeh. Dan orang yang merasa kagum terhadap sesuatu hendaknya bersegera mendoakan keberkahan untuk orang/ sesuatu yang ia kagumi, dan doa keberkahan itu akan menjadi penawar pengaruh ‘ainnya.” (Fathul Bari 10/231)
Dikisahkan bahwa suatu hari sahabat ‘Amir bin Rabi’ah radhiallahu ‘anhu melintasi sahabat Sahl bin Hanif radhiallahu ‘anhu yang sedang mandi di rawa atau sungai. Spontan sahabat ‘Amir berkata: “Aku tidak pernah melihat kulit seputih ini, sampaipun kulit seorang gadis pingitan“. Tak lama kemudian sahabat Sahl tersungkur tak berdaya.
Segera para sahabat melaporkan kejadian ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berkata : Wahai Rasulullah , segera selamatkan Sahl!
Tak ayal lagi laporan ini menjadikan beliau tersontak dan segera mencari tahu orang yang kekagumannya menyebabkan sahabat Sahl tersungkur. Beliau bersabda: “Siapakah yang kalian curigai (hanyut dalam kekaguman sehingga menyebabkan sahabat Sahl tersungkur)? Para sahabat menjawab: ‘Amir bin Rabi’ah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda:
)عَلَامَ يَقْتُلُ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ هَلَّا إِذَا رَأَيْتَ مَا يُعْجِبُكَ بَرَّكْتَ
Dengan sebab apa salah seorang dari kalian hendak membunuh saudaranya! Mengapa ketika engkau melihat suatu hal pada diri saudaramu yang menakjubkanmu, engkau tidak memohonkan keberkahan untuknya?“
Selajutnya Beliau memerintahkan sahabat ‘Amir untuk berwudhu, dengan membasuh wajah, kedua tangan hingga kedua sikunya, kedua lututnya, dan bagian dalam sarungnya. Dan sisa air wudhu tersebut tersebut disiramkan kepada sahabat Sahl.
Seusai disiram dengan air tersebut, sahabat Sahl bangkit kembali segar bugar dan dapat meneruskan perjalanannya, seakan-akan tidak pernah mengalami gangguan apapun. (Kisah ini diriwayat oleh Imam Ahmad, An Nasa’i, At Thabrany, Al Hakim dan lainnya).
Pengaruh buruk dari kekaguman yang menjadikan anda hanyut sehingga lalai bahwa nikmat tersebut adalah karunia Allah begitu besar, sampai-sampai dinyatakan dalam riwayat lain:
(العَيْنُ تُدْخِلُ الرَّجُلَ الْقَبْرَ وَالْجَمَلَ الْقِدْرَ.)
“Pengaruh pandangan kagum dapat menyebabkan seseorang masuk ke dalam liang kuburnya dan onta ke dalam panci (disembelih lalu dimasak).” (H.R Ibnu ‘Adi, dan Abu Nuaim).
Semoga paparan singkat tentang korelasi pandangan kagum yang menjadikan Anda lalai dari memuji Allah ini dapat mengurai tabir yang menutupi masalah ini. Besar harapannya, setelah membaca artikel ini anda senantiasa membiasakan diri dengan pujian kepada Allah dan tidak hanyut dalam kekaguman kepada siapapun selain Allah ‘Azza wa Jalla.
*****
Silahkan like page Majalah Kesehehatan Muslim dan follow twitter. Add PIN BB Kesehatan Muslim: 32356208
Ingin pahala melimpah? Mari berbagi untuk donasi kegiatan Kesehatan Muslim. Info : klik di sini.
Artikel Terk