Sedikit ulasan yang ingin kami bahas berkaitan dengan tenaga medis. Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa tenaga medis itu ada 5 macam dalam kitabnya Ath-Thibb An-Nabawi.
[1] Tenaga Medis yang Ahli dan Kompeten di Bidangnya
Tenaga medis yang ahli dan memiliki kompetensi yang layak di bidang medis, yaitu orang yang belum pernah gagal dalam praktik medisnya. Namun apabila karena takdir Allah dan faktor pasien, dia mengalami kesalahan dengan hilangnya anggota badan atau nyawa pasien, atau hilangnya fungsi organ yang bersangkutan. Maka dalam kasus ini, tenaga medis ini tidak dikenai pertanggunggjawaban bersadarkan kesepakatan ulama. Karena hal itu terjadi semata-mata dengan takdir Allah saja.
Kaedah dalam persoalan ini adalah kesepakatan ulama, namun masih mengandung perdebatan. Menurut kesepakatan ulama, kecelakaan akibat tindakan kriminal jelas ada pertanggung jawabannya. Sementara kecelakaan akibat perbuatan yang wajib dilakukan, tidak ada pertanggung jawabannya. Pada kasus inilah terjadi perbedaan pendapat. Imam Abu Hanifah mewajibkan adanya pertanggung jawaban secara mutlak.
Sementara Imam Malik dan Imam Ahmad menganggap tidak ada pertanggungg jawaban sama sekali. Adapun Imam Syafi’i memberi rincian, bila kecelakaan yang terjadi itu sudah diperkirakan, maka tidak perlu pertanggungg jawaban. Namun bila kecelakaan yang terjadi tidak diperkirakan sebelumnya, maka harus ada pertanggung jawaban.
Imam Abu Hanifah berasalan bahwa adanya ijin untuk melakukan suatu perbuatan itu karena adanya jaminan keselamatan. Imam Malik dan Imam Ahmad berpandangan, bahwa ijin itu sendiri sudah menggugurkan jaminan. Adapun Imam Syafi’i berpandangan, bahwa kecelakaan yang sudah diprediksi itu tidak mungkin dapat ditawar lagi, sehingga diibaratkan sebagai sebuah nash.
Adapun kecelakaan yang tidak dapat diprediksikan, seperti akibat dari teguran dan pengambilan tindakan tertentu, maka semuanya adalah masalah ijtihadiyah. Jadi apabila terjadi kecelakaan karena keduanya, maka harus ada pertanggung jwaban, karena diduga hal itu adalah bentuk kezhaliman.
[2] Tenaga Medis yang Tidak Ahli
Tenaga medis yang tidak ahli, ia memaksakan diri untuk melakukan praktek medis, sehingga menyebabkan nyawa orang melayang. Dalam hal ini, bila si korban sudah mengetahui bahwa tenaga medis tersebut tidak memiliki keahlian tapi ia telah memberi ijin untuk melakukan pengobatan, maka tenaga medis itu tidak bertanggung jawab.
Jika si pasien memiliki anggapan bahwa orang tersebut adalah tenaga medis, lalu si pasien mengijinkannya untuk melakukan pengobatan terhadap dirinya, karena itulah yang ia ketahui. Sehingga terjadilah kecelakaan, maka dokter gadungan itu harus bertanggung jawab. Begitu juga bila tenaga medis itu memberikan resep kepada si pasien, sementara si pasien yakin bawha tenaga medis itu memberikan resep dengan dasar keahliannya, namun ternyata resep itu menyebabkan si pasien celaka, maka tenaga medis itu harus bertanggung jawab.
[3] Tenaga Medis yang Ahli dan Berlisensi, Kompeten di Bidangnya, namun Ia Melakukan Malapraktik
Seorang tenaga medis yang ahli dan berlisensi, serta betul-betul kompeten di bidangnya, akan tetapi ia berbuat kekeliruan (malapraktik), sehingga berdampak pada organ tubuh yang sehat. Ada 2 pendapat dalam hal ini, dan masing-masing pendapat diriwayatkan dari Imam Ahmad.
Pertama, apabila si dokter adalah seorang kafir dzimmi, maka di ambil dari hartanya sendiri. Kedua, jika ia seorang muslim, maka ada 2 pendapat pula dalam hal ini. Kalau tidak ada Baitul Mal, apakah diyat itu gugur, atau harus di ambil dari pihak yang bersalah? Ada 2 pendapat pula dalam hal ini, namun yang lebih terkenal adalah kewajiban itu gugur.
[4] Tenaga Medis yang Ahli dan Kompeten di Bidangnya, namun Salah dalam Mendiagnosa Penyakit
Seorang tenaga medis yang ahli dan kompeten di bidangnya, lalu ia memberikan resep pada pasien, namun ia keliru dalam mendiagnosa penyakit pasien sehingga menyebabkan kematian. Dalam kasus ini ada 2 riwayat. Pertama, bahwa dendanya dibayarkan oleh Baitul Mal. Kedua, dendanya dibayarkan oleh pihak wali tenaga medis yang bersalah. Pendapat itu juga ditegaskan oleh Imam Ahmad berkaitan dengan kesalahn yang dilakukan oleh seorang Imam dan juga Hakim.
[5] Tenaga Medis yang Ahli dan Kompeten di Bidangnya, namun Membuat Luka di Tubuh Pasien
Seorang tenaga medis yang ahli serta kompeten di bidangnya, namun ia membuat sayatan (luka) pada tubuh pasien, baik pasien itu laki-laki, anak kecil, atu orang gila tanpa ijin pasien atau walinya, atau mengkhitan anak kecil tanpa ijin walinya, lalu terjadi kecelakaan. Dalam kasus ini sebagian rekan kami mengatakan, “Dia bertanggung jawab, karena dia melakukan tindakan pada pasien tanpa ijin. Namun apabila dia melakukan hal itu atas ijin pasien yang telah baligh, atau atas ijin wali pasien yang belum baligh, atau pasien gila, maka tidak perlu bertanggung jawab.”
Ada juga kemungkinan pihak tenaga medis tidak bertanggung jawab sama sekali karena ia melakukan pengobatan itu dengan sukarela. Tidak ada hak untuk meyalahkan orang yang melakukan sesuatu dengan sukarela. Demikian juga jika tenaga medis melakukan hal itu karena kezhaliman, maka ijin dari wali sama sekali tidak menggugurkan pertanggung jawabannya. Namun jika bukan karena kezhaliman, maka tidak ada tuntutan pertanggung jawaban kepadanya.
Kalau ada yang berpendapat, “Tenaga medis itu bisa dianggap zhalim jika ia tidak meminta ijin kepada pihak pasien, dan dianggap tidak zhalim jika ia meminya ijin.”
Maka aku (Ibnul Qayyim) katakan, “Zhalim tidaknya tenaga medis kepada pasien itu dilihat dari bagaimana dia melakukan tindakan, bukan dari ijin tidaknya ia kepada pihak pasien, inilah yang harus dicermati.”
Diringkas dari terjemahan kitab Ath-Thibb An-Nabawi, karya Ibnul Qayyim, cetakan Pustaka Arafah.
1 Comment
sangat rinci, baarokallaahu fyk