Menurut data dari The Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), pada tahun 2020 pesepeda di Indonesia meningkat 1000 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Toko sepeda juga menerima pesanan sepeda melebihi dari sebelumnya. Masyarakat bersepeda dengan mudah kita lihat di jalanan kota. Data lain menunjukkan selama pandemi corona, olahraga lari juga mulai banyak diminati masyarakat. Diantara manfaat yang ditinggalkan pandemi corona kepada kita adalah kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan.
Minat berolahraga yang mulai meningkat di tengah masyarakat ini merupakan kabar baik. Perubahan kebiasaan hidup sedentari atau malas berolahraga mulai ditinggalkan beralih kepada kesadaran hidup sehat dengan berolahraga. Olahraga sendiri memiliki banyak manfaat untuk kesehatan jasmani. Olahraga rutin terbukti mencegah berbagai macam penyakit.
Namun, perlu diketahui, olahraga juga tidak bebas dari risiko, baik itu risiko cedera atau hingga paling berbahaya henti jantung yang dapat terjadi kapan saja. Oleh karena itu ini beberapa hal yang perlu anda ketahui,
- Henti jantung saat berolahraga sangat mungkin terjadi
Berdasarkan data dari Hayashi M et al. (2015) jumlah kematian mendadak berjumlah 50-100 dari 100.000 kematian atau sekitar 0,05%. Pemantauan 20 tahun pada ujian rekrutmen angkatan udara di Amerika Serikat didapatkan 53 kematian dari 1.606.167 orang yang ikut dalam rekrutmen. Populasi atlit di Amerika Serikat melaporkan henti jantung terjadi 1 dari 160.000 atlit.
Jumlah tersebut terbilang kecil. Namun hendaknya tidak melihat dari kecilnya kejadian henti jantung, namun ketika henti jantung terjadi maka peluang selamat sangat kecil.
Christian eriksen, tim nasional sepakbola Denmark, pada piala Eropa 2020 mengalami henti jantung saat melawan Finlandia. Syukurnya masih dapat diselamatkan, hingga akhirnya harus dipasang Implantable Cardiac Defibrilator (ICD) alat kejut jantung yang ditanam dibawah kulit. Begitu pula, Fabrice Muamba, yang mengalami henti jantung dan harus mendapatkan resusitasi jantung paru selama 78 menit hingga akhirnya jantung kembali berdetak. Awal tahun 2023 ini, Damar Hamlin, atlit National Football League (NFL) Amerika Serikat, mengalami hal yang sama, henti jantung, hingga harus dilarikan ke rumah sakit.
Bukti diatas menunjukkan bahwa seorang atlit profesional sekalipun, yang memiliki tubuh sangat fit, sangat sehat, dan sudah menjalani screening sebelum terjun ke kompetisi, masih berpotensi mengalami henti jantung yang mengerikan dan berbahaya. Oleh karena itu, keyakian bahwa olahraga bebas dari risiko henti jantung merupakan keyakinan yang keliru.
- Masalah jantung merupakan mayoritas penyebab henti jantung
Hayashi et al. (2015) mengkategorikan henti jantung berdasarkan penyebabnya maka jantung memiliki proporsi 80%. Pada populasi atlit, hypertrophy cardiomyopathy (HCM), kelainan anatomi arteri koroner, myocarditis, arrhytmogenic right ventricular cardiomyopathy (ARVC), merupakan penyebab yang paling banyak. Pada usia yang lebih tua, serangan jantung merupakan penyebab yang sering.
Angka ini mengalahkan penyebab kematian mendadak lainnya seperti kecelakaan dan stroke.
- Olahraga untuk kompetisi tidak sama dengan olahraga untuk rekreasi
Perbedaan olahraga untuk rekreasi dan kompetisi adalah jenis latihan yang dilakukan dan capaian yang akan diraih. Atlit yang berolahraga untuk kompetisi akan menjalani sejumlah latihan yang terprogram, sistematis, dan secara periodik ikut dalam kompetisi baik nasional maupun internasional. Tujuan atlit seperti ini adalah mendapatkan prestasi yang paling baik dibidangnya. Olahraga yang dilakukan pun diatas rata-rata kemampuan orang pada umumnya.
Berbeda dengan olahraga untuk rekreasi, yang bertujuan untuk kesenangan, refreshing, menyehatkan tubuh, menggerakkan badan, agar terasa sehat dan segar. Tidak ada latihan khusus. Cukup berolahraga sesuai kemampuan. Capaian prestasi juga tidak menjadi tujuan.
Masalah kemudian muncul ketika mereka yang awalnya seorang atlit rekreasi lalu mencoba peruntungan dan menguji nyali serta kemampuan dengan ikut serta dalam pertandingan atau kompetisi. Tubuh yang terbiasa olahraga santai kemudian berubah menjadi penuh tekanan fisik dan mental. Pada saat itu, risiko olahraga muncul. Tubuh yang tidak siap dengan tekanan tersebut akan berpotensi menimbulkan cedera salah satunya henti jantung.
Jika Anda berniat untuk berkompetisi maka hendaknya memastikan kondisi tubuh Anda terlebih dahulu. Memeriksakan diri ke dokter, berkonsultasi, dan lakukan latihan yang terprogram.
- Olahraga di zona aman
Tipe olahraga bermacam-macam, endurance (lari, bersepeda, berjalan, berenang), strength atau resistance (angkat beban), flexibility (duduk memegang ujung jari kaki) dan keseimbangan. Masing-masing memiliki tujuan. Secara umum kaitannya dengan jantung, maka hendaknya berolahraga sesuai dengan zona aman berdasarkan detak jantung. Intensitas ringan berada di 50% dari detak jantung maksimal, moderat 55-75%, berat 75-90%, dan sangat berat >90%. Rumus detak jantung maksimal 220-usia.
Bagi Anda yang sudah memiliki penyakit jantung atau kecurigaan penyakit jantung, hendaknya memeriksakan diri ke dokter jantung terlebih dahulu agar dapat dinilai status risiko dan olahraga yang tepat untuk Anda.
- Kuasai Bantuan Hidup Dasar
Salah satu kunci keberhasilan dalam menyelamatkan henti jantung adalah pengenalan. Mengenal seseorang sedang mengalami henti jantung. Cara untuk mengenal ini bisa didapat dari pelatihan bantuan hidup dasar yang sudah banyak dilaksanakan. Setelah mengenal, seseorang harus mampu melakukan resusitasi jantung paru pada korban. Setiap menit keterlambatan maka akan menurunkan 10% angka keselamatan. Selain itu ketersediaan Automatic External Defibrilator (AED) juga berperan penting.
Kemampuan resusitasi jantung dan paru ini tidak sulit. Di luar negri, siswa sekolah dasar sudah diajarkan kemampuan ini. Karena sifatnya emergensi maka siapapun orangnya harus mampu melakukan ketika melihat orang di sekitarnya mengalami henti jantung. Kesalahan yang banyak tersebar, masyarakat belum dibekali kemampuan ini, ketika melihat henti jantung terjadi kekeliruan dalam penangan dan berakibat fatal. Korban tidak dapat tertolong dan harus meninggal dunia.
Demikian. Semoga bermanfaat.
Penulis: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP