Hukum Terapi dengan Musik (02)

Google+ Pinterest LinkedIn Tumblr +

Bukankah Telah terbukti bahwa Terapi Musik Bermanfaat?!

Dalam ajaran Islam, hukum musik adalah haram, berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’ para ulama (empat madzhab). [1] Sehingga menggunakan musik sebagai salah satu bentuk terapi, tentu saja tidak diperbolehkan.

Jika ada yang mengatakan, “Bukankah telah terbukti bahwa terapi musik bermanfaat?” Kalimat tersebut mungkin dikemukakan sebagai alasan oleh orang-orang yang hatinya belum sepenuhnya menerima hukum Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Mereka berdalih dengan bukti-bukti ilmiah tentang manfaat terapi musik untuk menolak “bukti-bukti ilmiah” dari Al Qur’an dan As-Sunnah. Anggapan mereka, bukti bahwa terapi musik itu bermanfaat adalah “bukti” tentang bolehnya menggunakan musik sebagai salah satu bentuk terapi pengobatan.

Untuk membantah anggapan tersebut, maka perlu kita ketahui tentang suatu kaidah penting dalam agama ini sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama rahimahumullah. Kaidah tersebut adalah,

”Syariat tidaklah memerintahkan sesuatu, kecuali di dalamnya murni terdapat manfaat (tidak menimbulkan bahaya sama sekali) atau manfaatnya jauh lebih besar daripada bahaya yang ditimbulkan. Dan tidaklah syariat melarang sesuatu, kecuali di dalamnya murni terdapat bahaya (tidak ada manfaatnya sama sekali) atau bahaya yang ditimbulkan jauh lebih banyak daripada manfaat yang didapatkan.

Kaidah ini bukanlah kaidah yang dibuat-buat tanpa dasar. Akan tetapi, kaidah ini disimpulkan dari banyak ayat dalam Al Qur’an. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala, 

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, serta memberi kepada kaum kerabat. Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.  (QS. An-Nahl [16]: 90)

Allah Ta’ala juga berfirman,

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Katakanlah, ’Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.’” (QS. Al-A’raf [7]: 33)

Berdasarkan kaidah ini, jika Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang sesuatu, maka hal ini tidak terlepas dari dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, karena di dalamnya terkandung 100% bahaya, tidak ada manfaatnya sama sekali. Misalnya kesyirikan, kekufuran, dan kezaliman. Demikian pula larangan dari belajar ilmu sihir, karena tidak ada manfaatnya sama sekali. [2]

Kemungkinan ke dua, bisa jadi sesuatu tersebut memang ada manfaatnya, tetapi bahaya yang ditimbulkan jauh lebih besar daripada manfaat yang ditimbulkan. Contohnya adalah khamr (minuman memabukkan dan menimbulkan rasa nikmat). Allah Ta’ala tidak mengingkari bahwa di dalam khamr memang terdapat manfaat bagi manusia, misalnya dalam perdagangan. Akan tetapi, karena bahayanya jauh lebih besar, maka Allah pun mengharamkannya. Allah Ta’ala berfirman,

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, ’Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.’” (QS. Al-Baqarah [2]: 219) [3]

Oleh karena itu, berdasarkan kaidah ini pula kita sampaikan bahwa kalaulah memang di dalam terapi musik itu ada manfaatnya –misalnya untuk perkembangan otak janin, meningkatkan daya ingat, dan lain sebagainya-, maka ketahuilah bahwa di balik itu semua pasti terdapat bahaya yang jauh lebih besar. Bahaya tersebut bisa jadi telah kita ketahui –sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama- [4], namun bisa jadi ada yang belum kita ketahui.

Selain itu, seandainya di dalam musik terdapat manfaat bagi kesehatan, maka tentu Allah Ta’ala telah mengetahui terlebih dahulu hal itu semua jauh sebelum para ilmuwan abad ini melakukan riset dan penelitian ilmiah tentang musik serta berhasil membuktikan bahwa di dalam terapi musik ada manfaatnya. Meskipun demikian, Allah Ta’ala tetap mengharamkannya dan kita tidak mendapati pengecualian sedikit pun dari Allah Ta’ala dan Rasul-Nya tentang halalnya musik untuk tujuan pengobatan. [5] Kita tidak mendapati adanya dalil dari Al Qur’an atau As-Sunnah yang menjelaskan bahwa, ”Nyanyian dan musik hukumnya haram, kecuali untuk terapi atau pengobatan.

Penjelasan yang lain, syariat telah menentukan hukum-hukum dalam mengambil sebab (menempuh suatu jalan untuk meraih tujuan). Kaidah pertama menyatakan, bahwa sebab yang diambil harus terbukti secara syar’i atau qadari (penelitian). Sedangkan sebab yang terbukti secara qadari tidak boleh berasal dari sesuatu yang haram. Dan musik termasuk dalam kaidah ini. Meskipun terbukti secara qadari (yaitu melalui penelitian ilmiah), akan tetapi hukum asal musik adalah haram. Sehingga kita tidak boleh menjadikannya sebagai terapi pengobatan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن الله خلق الداء و الدواء ، فتداووا ، و لا تتداووا بحرام

”Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya. Maka berobatlah, dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram.  (HR. Thabrani. Dinilai hasan oleh Syaikh Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 1633).

Semoga Allah Ta’ala menjaga kita semua dari kesesatan hawa nafsu dan melapangkan dada kita untuk menerima cahaya petunjuk dan kebenaran.

[Selesai]

***

Diselesaikan di sore hari, Rotterdam NL, 15 Rajab 1439/2 April 2018

Penulis: M. Saifudin Hakim

 

Catatan kaki:

[1] Silakan dibaca tulisan serial kami tentang hukum musik (ada empat seri tulisan):

https://muslim.or.id/36930-tiba-saatnya-aku-tinggalkan-musik-01.html

[2] Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam QS. Al Baqarah [2] : 102.

[3]  Penjelasan dari kaidah ini penulis ringkas dari kitab Al-Qowaa’id wal Ushuul Al-Jaami’ah karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Naashir As-Sa’di, hal 9-13.

[4] Hikmah-hikmah diharamkannya musik dapat dilihat di kitab Tahriimu Aalat Ath-Tharb  atau edisi terjemahannya.

[5]  Adapun pengecualian yang kita dapatkan dalil penjelasannya dari As-Sunnah adalah diperbolehkan bagi para wanita untuk memeriahkan pernikahan dengan memukul rebana saja dan menyanyikan nyanyian-nyanyian mubah yang tidak menyebut-nyebut kemesuman, tidak medorong berbuat dosa, dan tidak menyebutkan hal-hal yang haram. Nyanyian itu tidak boleh diiringi dengan alat musik lain selain rebana. Pengecualian lainnya adalah diperbolehkannya bagi para wanita untuk memainkan rebana pada saat hari raya.

 

Share.

About Author

Lulus dari Fakultas Kedokteran UGM tahun 2009. Pada tahun 2013, menyelesaikan program pascasarjana (S2) di Research Master of Infection and Immunity, Erasmus Medical Center (EMC), University Medical Center Rotterdam, Belanda. Dosen di Bagian Mikrobiologi FK UGM. Alumni Ma’had Al-‘Ilmi, Yogyakarta.

Leave A Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.