Peringatan Penting Seputar Madu
Dalil-dalil di atas, memang menunjukkan manfaat madu sebagai obat atau manfaat kesehatan secara umum. Akan tetapi, sekali lagi, yang disebutkan adalah jenis atau bahannya saja. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut agar madu tersebut dapat berefek manjur ketika digunakan sebagai obat. Juga diperlukan kehati-hatian dalam memanfaatkannya, agar tidak menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Juga perlu diperhatikan bahwa terdapat berbagai macam madu yang bersumber dari berbagai jenis tanaman, sehingga menghasilkan madu dengan kualitas dan khasiat yang berbeda-beda.
Meskipun madu merupakan suatu bahan “alami” yang diperoleh langsung tanpa melalui proses kimia di pabrik, hal ini tidaklah menunjukkan bahwa madu aman dikonsumsi dan tidak menimbulkan efek samping apa pun. Ini adalah kesalahfahaman yang sering terjadi di masyarakat kita. Apalagi pihak-pihak yang mengiklankan madu sebagai obat tidak pernah menyampaikan atau mencantumkan efek samping yang mungkin timbul apabila mengkonsumsi madu. Berikut ini adalah beberapa hal penting yang terkait dengan mengkonsumsi madu [1].
- Efek samping yang tidak diinginkan.
Beberapa penelitian tentang penggunaan madu sebagai obat oles kulit memang tidak menunjukkan adanya suatu reaksi alergi atau efek samping yang lain. Akan tetapi, ada juga peneliti yang melaporkan kasus adanya pasien yang menolak meneruskan pengobatan dengan madu, karena merasakan sensasi terbakar (burning sensation) setelah diolesi madu. Peneliti lain juga melaporkan bahwa ketika madu digunakan sebagai obat tetes mata [2], beberapa pasien mengalami rasa nyeri dan kemerahan pada matanya.
Meskipun jarang, alergi terhadap madu kadang ditemukan dan meliputi reaksi alergi yang ringan seperti batuk-batuk sampai reaksi yang berat. Di antara pasien yang alergi terhadap madu, 17% pernah mengalami reaksi anafilaksis [3] dan 30% menderita asma. Gejala-gejala yang berkaitan dengan reaksi alergi terhadap madu di antaranya adalah rasa gatal di tenggorokan, hidung, kelopak mata, kulit, bengkak di bibir, hidung tersumbat, sakit kepala, dan kemerahan di kulit.
Efek samping tersebut harus diinformasikan kepada calon konsumen, sehingga konsumen akan lebih berhati-hati ketika efek samping itu mulai muncul.
- Adanya toksin (racun) dalam madu.
Toksin yang berasal dari tanaman dalam beberapa kondisi dapat ditransfer ke madu. Madu yang diproduksi oleh lebah yang menghisap tanaman dari famili Ericaceae dan Solanaceae diketahui menyebabkan toksisitas (keracunan). Pada daerah tertentu pernah dilaporkan kematian karena mengkonsumsi terlalu banyak madu yang berasal dari spesies Rhododendron. Beberapa tanaman yang telah diketahui menyebabkan toksin pada madu antara lain Kalmia latifolia, Tripetalia paniculata, dan Ledum palustre [4, 5].
Gejala-gejala keracunan madu bervariasi tergantung pada toksinnya, namun meliputi pusing, mual, muntah, konvulsi (kejang), sakit kepala, berdebar-debar, dan pada beberapa kasus sampai meninggal dunia. Toksin yang berhasil diidentifikasi antara lain hyenanchin, euphorbic acid, acetylandromedol, dan ericolin.
- Infantile Botulism
Banyak orang tua ingin memberikan madu untuk memperkuat imunitas bayi. Pemberian madu sebagai suplemen tambahan pada bayi tidak diperlukan. Namun, konsumsi madu pada bayi berusia kurang dari 12 bulan dapat meningkatkan risiko infantile botulism. Infantile botulism adalah suatu bentuk keracunan makanan (dalam hal ini madu) pada bayi yang disebabkan oleh kontaminasi kuman Clostridium botulinum. Keracunan ini banyak terjadi pada bayi yang berumur kurang dari 12 bulan, dengan 95% kasus ditemukan pada 6 bulan pertama kehidupannya.
Oleh karena itulah, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tidak menganjurkan pemberian madu pada bayi yang berumur kurang dari 12 bulan [6]. Karena madu adalah tempat tumbuh yang baik bagi kuman Clostridium botulinum yang berbahaya untuk bayi berusia kurang dari 12 bulan, namun tidak memberikan efek pada anak yang lebih besar dan orang dewasa. Bayi yang diberi madu yang tercemar dengan kuman tersebut dapat menderita keracunan makanan yang disebut botulisme, yang dapat bersifat ringan sampai fatal.
Botulisme pada bayi menyerang susunan saraf dan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang sering ditemukan pada bayi dengan botulisme adalah sembelit yang berlangsung lama, lengan dan tungkainya lemah, mengisap susu (ketika minum ASI, pen.) lemah, dan anak tampak lelah sepanjang waktu. Botulisme juga dapat terjadi bila bayi diberi beberapa jenis makanan yang tidak dimasak dengan baik yang menjadi tempat tumbuh kuman tersebut [7].
Tidak perlu memberikan tambahan madu kepada bayi. ASI sudah lebih dari cukup. Bawalah bayi untuk periksa ke dokter ketika sakit. Nutrisi bioaktif bergizi tinggi yang juga memiliki kemampuan anti-infeksi dalam ASI mampu memperkuat daya tahan tubuh bayi. ASI bergizi, aman, higienis dan terjangkau. Sehingga menyusui dengan baik akan menyehatkan ibu dan bayi.
Perhatian Penting
Sebagian orang memandang dengan sinis, ketika kami menyampaikan peringatan-peringatan di atas. Karena seolah-olah kami dianggap meragukan kebenaran firman Allah Ta’ala atau sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagaimana mungkin, Allah Ta’ala menyampaikan manfaat madu, lalu kita menyampaikan madu hendaknya tidak diberikan kepada anak di bawah usia 1 tahun?
Hal ini tidaklah bertentangan. Karena yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah hanyalah jenis atau bahannya saja. Sehingga masih tergantung pada keterampilan dan kecakapan kita dalam menggunakan dan mengolah bahan tersebut. Apalagi, syariat tidaklah menyebutkan lebih jauh bagaimana tata cara dan sifat pemakaian madu tersebut.
Thibb nabawi, termasuk madu, bagaikan pedang tajam yang memiliki banyak manfaat. Namun, manfaat pedang tersebut sangat tergantung pada keterampilan dan kemahiran orang yang menggunakannya. Kalau yang memakai adalah orang terlatih, pedang tersebut dapat bermanfaat untuk menebas musuh di medan perang atau manfaat-manfaat lainnya. Namun, jika yang menggunakannya tidak terlatih, bisa jadi pedang tajam tersebut justru berbahaya bagi yang menggunakannya sendiri. [Selesai]
***
Diselesaikan di sore hari, Rotterdam NL 8 Muharram 1439/29 September 2017
Yang senantiasa membutuhkan ampunan Rabb-nya,
Penulis: M. Saifudin Hakim
Catatan kaki:
[1] Diringkas dari https://www.tga.gov.au/publication/honey-scientific-report
[2] Yaitu praktik yang dilakukan sebagian orang, bukan sengaja karena penelitian.
[3] Reaksi anafilaksis adalah reaksi alergi terhadap suatu bahan yang diberikan secara sistemik yang menyebabkan penurunan tekanan darah secara tiba-tiba dan gangguan pernafasan. [pen.]
[4] Penulis belum menemukan istilah lokal dari istilah bahasa Latin tanaman-tanaman yang disebutkan di atas. Akan tetapi, dari penemuan-penemuan tersebut kita dapat mengambil pelajaran bahwa madu yang digunakan untu keperluan medis hendaknya diproduksi dalam kondisi higienis, tidak terkontaminasi dengan pestisida, antibiotik, atau polutan-polutan yang lain.
[5] Cooper R. Honey in wound care: Antibacterial properties. GMS Krankenhaushygiene Interdisziplinar 2007; 2 (2): Doc51.
[6] Dikutip dari Membina Tumbuh-Kembang Bayi dan Balita, hal. 361.
[7] Risko W. Infant botulism. Pediatr Rev 2006; 27(1): 36-37.