Hal ini masih diperselisihkan oleh ulama apakah wanita hamil bisa haidh atau tidak karena ada hukum yang dibangun diatasnya yaitu jika haidh maka wanita meninggalkan shalat dan puasa.
Dalam fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah dijelaskan,
اختلف الفقهاء في الحامل: هل تحيض وهي حامل أو لا؟ والصحيح من القولين: أنها لا تحيض أيام حملها، وذلك أن الله سبحانه جعل من أنواع عدة المطلقة: أن تحيض ثلاث حيض ليتبين بذلك براءة رحمها من الحمل، ولو كانت الحامل تحيض ما صح أن يجعل الحيض عدة لإثبات براءة الرحم.
Ulama fikh berselisih pendapat mengenai wanita yang hamil apakah ia mengalami haidh atau tidak. Yang shahih dari dua pendapat adalah wanita hamil tidak mengalami haidh pada saat hamil. Karena Allah menjadikan berbagai macam jenis ‘iddah (masa iddah) bagi wanita yang ditalak. Misalnya haidh tiga kali untuk memastikan bersihnya rahimnya dari kehamilan. Seandainya orang hamil bisa mengalami haidh maka tidak benar menjadikan haidh sebagai patokan iddahnya untuk memastikan bersihnya rahim (wanita hamil berakhir masa iddahnya adalah ketika melahirkan anaknya, pent)
oleh dr. Raehanul Bahraen